Untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas, maka status gizi pada masyarakat harus juga ditingkatkan, terutama pada kelompok–kelompok rawan gizi yaitu ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita (Dep.Kes RI, 2000).
Ini juga yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk mencanangkan visi dalam pembangunan kesehatan yaitu “ Indonesia Sehat 2010 “ yang tentunya termasuk program–program untuk memperbaiki gizi pada kelompok yang rawan gizi tadi, dan yang harus menjadi perhatian utama yaitu pada bayi dan balita karena bayi dan balita merupakan generasi penerus bangsa.
Selama krisis ekonomi dan sosial melanda Indonesia, anak-anak Indonesia terancam kekurangan gizi setelah sebelumnya busung lapar karena kekurangan kalori dan busung lapar karena kekurangan protein jarang ditemukan. Tetapi anak dengan gangguan gizi semakin banyak ditemukan meski diketahui dari prevalensi gizi buruk sudah menurun dari 8,1 % dari 1,7 juta balita yang menderita gizi kurang pada tahun 1999 menjadi 7,5 % pada tahun 2000. Namun, jumlah nominalnya masih terhitung tinggi yaitu 160.000 balita, jumlah tersebut belum termasuk anak-anak yang menderita kekurangan gizi mikro yaitu zat besi, yodium dan vitamin A (Susenas, 2001).
Namun, pada tahun 2001, persentase balita yang bergizi baik adalah 64,16 %, balita dengan status gizi sedang 21,51 % dan sisanya ialah balita dengan status gizi kurang atau buruk atau yang lebih dikenal dengan istililah KKP ( Kurang Kalori Protein ) sebesar 14,33 %. Balita yang bergizi baik di daerah perkotaan sebesar 72,6 % relatif lebih tinggi dibandingkan di daerah pedesaan yaitu sebesar 66,8 %. Sedangkan balita yang bergizi kurang atau buruk di daerah pedesaan sebesar 10,3 % atau lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan sebesar 8,0 % (Susenas, 2001). Unduh
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Plis, Tinggalkan Komentar