Tampilkan postingan dengan label Proposal Skripsi Sosial Politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Proposal Skripsi Sosial Politik. Tampilkan semua postingan
Rabu, 26 Maret 2008
Hubungan antara Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi dan Pengendalian Hubungan Seksual Pranikah Remaja
Berdasarkan observasi dan wawancara penulis pada beberapa mahasiswa, perilaku seksual sebelum menikah justru banyak dilakukan oleh mahasiswa yang berpacaran, meskipun tidak semua mahasiswa berpacaran melakukan hal tersebut. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Jati (2001) sebanyak 26,7 persen mahasiswa Universitas Wangsa Manggala mempunyai intensi perilaku seksual yang tinggi. Perilaku tersebut tidak jarang dilakukan di tempat kost maupun di rumah sendiri karena kurangnya pengawasan dari orang tua maupun adanya kebebasan di tempat kost (Jati, 2001). Perilaku seksual tersebut dapat terlihat mulai dari tahap yang paling ringan yaitu berpegangan tangan hingga tahap yang paling berat yaitu melakukan senggama. Selain faktor pengetahuan kesehatan reproduksi faktor jenis kelamin juga berpengaruhi terhadap pengendalian perilaku hubungan seksual pranikah. Menurut Hurlock (1996) dibandingkan dengan remaja perempuan remaja laki-laki ternyata banyak memberikan respon terhadap stimuli seksual. Hal tersebut membuat sikap dan perilaku seksual laki-laki sebelum menikah lebih menonjol dibandingkan perempuan. Penyebabnya karena masih berlakunya standar ganda dalam perilaku seksual yaitu tuntutan yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Perempuan dituntut lebih berhati-hati, sedangkan laki-laki lebih bebas mengekspresikan perilaku seksualnya (Faturrochman, 1992).Unduh
Senin, 11 Februari 2008
OTONOMI KHUSUS SEBAGAI PROSES DEMOKRATISASI DI PAPUA
Pada bulan Agustus 1962 terjadi suatu titik balik penting. Pada tanggal 15 bulan itu Kesepakatan New York (New York Agreement) ditandatangani di Markas Besar PBB oleh Indonesia yang diwakili oleh Subandrio dan Kerajaan Belanda yang diwakili oleh J.H. van Rooijen dan C.W.A. Schuurman. Salah satu pokok Kesepakatan tersebut adalah bahwa kerajaan Belanda setuju untuk menyerahkan otoritas terhadap Irian Barat kepada Indonesia melalui satu tahun administrasi interim PBB. Selanjutnya Indonesia, dengan bantuan dan supervisi PBB, akan menyelenggarakan “Act of Free Choice” dimana rakyat Papua diberikan kesempatan untuk memilih apakah mereka ingin tetap bersama Indonesia atau memilih berpisah dari Indonesia. Pada tanggal 18 Agustus 1962 dimulailah gencatan senjata di Papua.
Persidangan Majelis Umum PBB pada tanggal 21 September 1962 menyelenggarakan perdebatan tentang Kesepakatan New York tersebut. Pemungutan suara yang dilakuka penunjukkan bahwa 89 anggota menyetujui dan 14 abstain. Persidangan Majelis Umum PBB itu juga menyetujui dilakukannya pemindahan otoritas dari pemerintahan kolonial Belanda kepada Indonesia, dengan didahului pemerintahan interim PBB, yang disebut dengan United Nations Temporary Administration (UNTEA), selama setahun. Pada tanggal 1 Oktober 1962 pemerintahan interim UNTEA dimulai. Tanggal 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan pemerintahan di Irian Barat kepada Republik Indonesia. Unduh
Persidangan Majelis Umum PBB pada tanggal 21 September 1962 menyelenggarakan perdebatan tentang Kesepakatan New York tersebut. Pemungutan suara yang dilakuka penunjukkan bahwa 89 anggota menyetujui dan 14 abstain. Persidangan Majelis Umum PBB itu juga menyetujui dilakukannya pemindahan otoritas dari pemerintahan kolonial Belanda kepada Indonesia, dengan didahului pemerintahan interim PBB, yang disebut dengan United Nations Temporary Administration (UNTEA), selama setahun. Pada tanggal 1 Oktober 1962 pemerintahan interim UNTEA dimulai. Tanggal 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan pemerintahan di Irian Barat kepada Republik Indonesia. Unduh
Langganan:
Postingan (Atom)